TITIK KRITIS
PROSES PENANGANAN MASALAH
1. Sikap dan cara pandang terhadap masalah
- sejauh ini penanganan masalah belum dianggap sebagai bagian integral dari pelaksanaan tugas fasilitato
- Tupoksi sering kali hanya dilihat sebagai fungsi pendampingan pelaksanaan tahapan kegiatan yang ada di PTO (lihat juga penjelasan VIII)
- masalah masih dianggap ‘aib’ sehingga ditakuti, ditutup-tutupi, dihindari – tidak dipandang positif sebagai media pembelajaran, melatih daya kreatif/kecerdasan.
- Setiap masalah/Pengaduan –dari pihak manapun- wajib ditindaklanjuti
- Setiap konsultan bertanggung jawab atas penyelesaian masalah. Dimana pembagian tugasnya – berjenjang
2. Penerapan prinsip dan proses penanganan (rahasia, partisipasi, transparan/akuntabilitas)
- masih terdapat proses penanganan yang tidak tepat sehingga menimbulkan masalah baru.
- Konsultan masih menangani masalah sendiri
- Info progress tidak sampai ke masyarakat
3. Pengkategorian masalah yang tidak tepat menyebabkan target penanganan yang salah.
- segala kesalahan prosedur yang berdampak pada penggunaan dana diluar peruntukan adalah penyimpangan dana.
- Jika anggota kelompok adalah pejabat maka penyimpangan dana
(contoh kasus: weru –sukoharjo)
4. Masalah dinyatakan selesai
- Pada prinsipnya masalah dinyatakan selesai melalui forum masyarakat, dengan mengacu pada standar penanganan yang ada di PTO dan SOP penanganan masalah
- Untuk proses hukum, selesai jika telah masuk ke pengadilan – berkas acara dilimpahkan.
i. asumsinya bola telah ada ditangan penegak hukum, tidak akan di SP3 kan dan putusan tidak dapat diganggun gugat.
- Penyimpangan prinsip dan prosedur serta intervensi, dalam hal proses tidak lagi dapat diulang, maka ‘cukup’ dilakukan penegasan kepada pelaku dan masyarakat.
5. Action plan/rencana aksi, wajib diterapkan sebagai alat bantu pantauan progress dan evaluasi hasil penanganan.
6. Penugasan pasca pelatihan merupakan media untuk menilai keberhasilan pelatihan – penanganan masalah.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar